BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tuntunan Islam sangat menekankan akan urgensi pendidikan bagi umat manusia.
Pada hakikatnya pendidikan sebagai jalan satu-satunya menuju kehidupan yang
tentram dan damai baik di dunia juga di akhirat. Bagaimana manusia akan tentram
di dunia apabila ia tidak mengetahui ilmu-ilmu dunia ? begitu juga untuk
memperoleh kedamaian di akhirat harus mengetahui jalan menuju kedamaian
akhirat. Untuk mengetahui kedua jalan tersebut harus menggunakan kendaraan
ilmu, berupa pendidikan.Pendidikan merupakan sarana potensial menuju keharibaan
Tuhan. Keberhasilan sebuah pendidikan tidak akan terlepas oleh profesionalisme
pendidik yang menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya.
Dengan semakin “majunya perkembangan zaman”, menjadikan ajaran Al-Qur’an
semakin ter-marjinalkan. Hal ini bisa diresapi oleh setiap individu
bagaimana eksistensi pendidikan belakangan ini yang tidak memiliki arah secara
hakiki. Pendidikan yang mestinya menjadi kewajiban individu terhadap
penciptanya, kini hal tersebut sudah tidak memiliki atsar lagi. Kini
pendidikan sudah tidak mengarah kepada ranah yang hakiki, justeru mengarah pada
prestise, tidak mementingkan moral, dan mempreoritaskan pada hal yang
berbau materi.
Adanya ranah pendidikan yang semakin melenceng jauh dari kehakikiannya,
tidak terlepas dari seorang pendidik yang mestinya menjadi suri teladan bagi
peserta didiknya justru belakangan ini banyak guru yang membiarkan bahkan
membentuk anak didik menjauh dari ajaran Al-Qur’an sehingga dekadensi moral tak
bisa dielakkan lagi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana konsep dalam perspektif
Al-Qur’an dan hadist ?
2.
Apa saja sifat yang harus dimiliki
oleh pendidik dalam perspektif Islam ?
3.
Apa hakikat dan tugas pendidik dalam
perspektif Islam ?
4.
Bagaimana kompetensi pendidik dalam
perspektif Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS
Kelebihan
manusia dari makhluk lainnya adalah terletak pada kemampuan akal pikirannya.
Menurut Ibnu Khaldunmanusia adalah makhluk yang berfikir. Oleh karena
itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Sifat-sifat seperti
ini tidak dimiliki makhluk lainya. Lewat kemampuan berfikirnya itu manusia
tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap
berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang seperti ini
melahirkan peradaban. Untuk mengantarkan pada suatu pemikiran yang dinamis dan
prospektif Al-Qur’an mengajarkan umat manusia untuk selalu membaca (belajar).
Konteks membaca baik secara tekstual maupun membaca secara kontekstual.
Sebenarnya membaca dan menulis menjadi simbol pertama dan utama dalam ajaran
Al-Qur;an sebagaimana firman Allah yang pertama dalam surat Al-Alaq;
اقراء باسم ربك الذي خلق. خلق الإنسان
من علق. إقراء وربك الأكرم. الذي علم بالقلم .علم الانسان مالم يعلم
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia tela
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yg pemurah. Yang
mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahui.” (Q.S. Al-‘Alaq/ 96: 1-5 )
Dari firman diatas betapa Allah SWT. sangat apresiatif terhadap ilmu
pengetahuan. Dia memberi isyarat pentingnya manusia untuk belajar membaca dan
menulis dan menganalisa dari segala yang ada ini dengan diberi potensi akal
sebagai pisau pengasahnya. Dengan membaca dan menulis, manusia akan eksis
menjadi khalifah di bumi sebagaimana yang dijanjikan-Nya.
Dengan diawali membaca, menulis dan selanjutnya mengetahui jagat raya dan
dibalik semuanya, kemudian manusia beriman, disinilah baru nampak kedudukan
manusia yang tinggi, sebagaimana Allah SWT. berfirman:
…يرفع الله الذين امنوا منكم
والذين اوتواالعلم درجات، والله بماتعملون خبير.
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antarmu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuanbeberapa derajat. Dan Alla Maha mengatahui
apa yang kam kerjakan”.(Q.S. Al-Mujaadilah/ 58: 11).
Dengan demikian betapa pentingnya pendidikan dalam Al-Qur’an. Pendidikan
dengan melalui media membaca, menulis dan menganalisa segala relaitas yang
terbesit dalam benak manusia menjadi keniscayaan bagi manusia yg memiliki
potensi sehingga lebih sempurna ketimbang makhluk Tuhan lainnya. Tentunya
apabila potensi tersebut digunakan secara dinamis dan benar akan mengantarkan
manusia pada posisi hasanah di dunia dan hasanah di akhirat.
Dalam hadits juga telah dijelaskan mengenai konsep pedidikan bahwa manusia
sebagai makhluk yang diwajibkan untuk mengajar atau mendidik orang lain karena
memang telah diberi fitrah sebagai pendidik atau pengajar. Sebagaimana sabda
nabi SAW yang diriwayatkan oleh Baihaqi “ Aku
diutus (Allah) untuk menjadi pengajar” dan “jadilah kamu pengajar atau pelajar (orang yang belajar) atau pendengar
akan penlajaran, atau pecinta pelajaran janganlah menjadi orang yang kelima
maka rusaklah kamu”.[1]
B. SIFAT YANG
HARUS DIMILIKI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Ada beberapa
pernyataan tentang tugas guru yang dapat disebutkan disini, yang diambil dari
uraian penulis muslim tentang syarat dan sifat guru, misalnya sebagai berikut:[2]
1. Guru harus
mengetahui karakter murid.
2.
Guru harus selalu berusaha
meningkatkan keahliannya.
3.
Guru harus mengamalkan ilmunya.
Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik sebagaimana tercantum dalam Al-Quran,
diantaranya:
a.
Sifat shiddiq, sebagaimana surat. An-nisa’:
104,
b.
Amanah sebagaimana surat al-qashash:
26,
c.
Tabligh, fathanah, mukhlish
sebagaimana surat al-bayyinah: 5,
d.
Sabar sebagaimana surat al-muzammil:
10, dan surat ali imron:159,
e.
Saleh (mencintai, membina, menyokong
kebaikan) sebagaimana surat an-nur: 55,
f.
Adil sebagaimana surat al-maidah:
8,
g.
Mampu mengendalikan diri sesuai diri
sendiri sebagaimana surat an-nur: 30,
h.
Kemampuan kemasyarakatan sesuai
surat ali imron: 112,
i.
Ketaqwaan kepada allah sebagimana
surat al-a’raf: 26, dan surat al-mudatstsir : 1-7).
Menurut Al-Ghazali pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan
yang menjadi kepribadiannya,[3]diantanya:
a.
Sabar
b.
Kasih sayang
c.
Sopan
d.
Tidak riya’
e.
Tidak takabbur
f.
Tawadhu’
g.
Pembicaraan terarah
h.
Bersahabat
a.
Tidak pemarah
b.
Membimbing dan mendidik dengan baik
c.
Sportif
d.
Ikhlas
Sehingga Al-Ghazali berpendapat
bahwa pendidik tidak boleh meminta bayaran dan apabila bila mengajar ilmu agama
hanya boleh menerimanya.
C. HAKIKAT DAN TUGAS PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HASITS
Pendidik
menurut W.J.S. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Definisi ini
memberi pengertian, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan aktivitas dalam
bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Teacher, yang diartikan
guru atau pengajar dan Tutor yang berarti guru privat, atau guru yang mengajar
dirumah.[4]
Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata Ustadz,Mudarris,
Mu’allim dan Mu’addib. Kata Ustadz jamaknya Asatidz
yang berarti Teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang
dibidang intektual, pelatif, penulis, dan penyair. Adapun
kata Mudarris berarti Teacher (guru), Instructor (pelatih)
dan Lecturer (dosen). Selanjutnya kata Mu’allim yang juga berarti
Teacher (guru), Instructor (pelatih), Trainer (pemandu).
Selanjutnya kata Mu’addib berarti Educator (pendidik) atau teacher
in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan Al-Qur-an).[5]
Sebagaimana
telah disinggung mengenai pengertian pendidik, didalam al-Qur’an telah tersirat
pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka lebih diperjelas lagi, yaitu:[6]
1.
Mengajarkan bacaan al-Qur’an atau
membacakan al-Qur’an
2.
Membimbing dan menuntun peserta
didik agar berakhlak mulia dengan membersihkan jiwa mereka
3.
Mengajarkan kandungan al-Qur’an dan
ilmu pengetahuan secara integral
Sedangkan
tugas pendidik yang tersirat didalam hadits adalah sebagai berikut:[7]
1.
Sebagai orang yang menkomunikasikan
ilmu pengetahuan, hal ini sesuai dengan hadits yang artinya “sampaikanlah (pengetahuan) dariku walau
hanya satu ayat”
2.
Sebagai model atau tauladan, “rusaknya umatku karena dua macam orang, yaitu seoranng alim yang
durjana dan seorang sholih yang jahil...” (HR. Baihaqi)
3.
Sebagai penggerak (motivator)
masyarakat.
D. KOMPETENSI
PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Kompetensi
pada intinya adalah kecakapan, kemampuan untuk melakukan sesuatu. Namun secara
lebih luas, kompetensi sebagaiman dikemukakan oleh Mulyasa (2003:37) adalah
merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Mulyasa (2003:38)
dijelaskan tentanng kompetensi itu dengan beberapa aspek atau ranah yang
terkandung didalamnya sebagai berikut:[8]
1.
Pengetahuan (knowledge) yaitu,
kesadaran dalam bidang kognitif.
2.
Pemahaman (understanding) yaitu,
kedalam kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.
3.
Kemampuan (skill) yaitu, sesuatu
yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
4.
Nilai (value) yaitu, suatu standar
perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri
seseorang.
5.
Sikap (attitude) yaitu, perasaan (senang-tidak
senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari
luar.
6.
Minat (interest) yaitu,
kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidik sebagai komponen yang
terpenting di dunia pendidikan menjadi figur di lingkungannya dalam
mengantarkan anak-anak didiknya pada ranah kehidupan masa depan yang lebih
cerah. Pendidik sebagai ujung tombak dalam memberangus kebodohan dan
kemaksiatan, tentunya harus memiliki karakteristik Qur’ani dengan jalan yang
persuasif dan konstruktif.Satu sisi pendidik mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan ilmunya, mencerdaskan masyarakat, sedangkan sisi lain ia mempunyai
kewajiban menyambung hidupnya. Sehingga dua kewajiban yang bersamaan ini
semestinya harus terpenuhi tanpa mengurangi keikhlasan yang dianjurkan dalam
Al-Qur’an.
Dengan demikian pendidik dalam
Al-Qur’an adalah sebagai penentu kebaikan generasi muda masa depan, karena
ditangan pendidiklah generasi muda akan menjadi generasi yang tangguh dan siap
melanjutkan estafet kepemimpinan masa dengan yang lebih damai sejahtera sesuai
dengan ajaran Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir
Ahmad. 1992.Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam.
Bandung :Remaja Rosdakarya
Al-Ghazali. 1939.Ihya’
‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr
Nata Abuddin. 2001. Perspektif Islam tentang
Pola Hubungan Guru-Murid. Jakarta
: Raja Grafindo Persada.
UhbiyatiNur. 2013.Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jtptiain_gdl_Abdulhakim_5690_1_073111536.pdf
www.Akhi_anta_wijaya.blogspot.co.id/2010/06/tugas_pendidik_dalal_perspektif_hadits.html?m=1
di ambil pada hari sabtu 5 Desember 2015 pukul 11:51
[1]Nur
Uhbiyati, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
Islam, (semarang: PT PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2013) hal 12
[2]DR. Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung
: Remaja Rosdakarya, 1994), hal 79.
[4]Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Perspektif Islam
tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 2001), 41
[5]Ibid, 41-42.
[6]
Jtptiain_gdl_Abdulhakim_5690_1_073111536.pdf
[7]
Akhi_anta_wijaya.blogspot.co.id/2010/06/tugas_pendidik_dalal_perspektif_hadits.html?m=1
[8]Nur
Uhbiyati, hal 114.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar